Cari Blog Ini

Jumat, 17 Januari 2014

Lelaki yang tak pernah bisa ku mengerti....

Lelaki itu menyapa dari depan pintu, menyapa aku yang masih terbaring, menyuruhku untuk makan dan minum obat tapi aku tak bergeming, dia membawakanku secangkir teh hangat. Wajah yang begitu lelah, kemudian berlalu.

"Kamu tak sungguh-sungguh mencintaiku. Kamu hanya kasihan padaku," ujarku.

Dia tertegun. Sangat terkejut mendengar pernyataan yang cenderung menuduh itu.
"Tidak lebih," sakali lagi aku menandaskan sebelum sempat dia menjawabku. "Kamu hanya kasihan padaku, tidak lebih."Dia masih saja terkejut, meski ini pernyataanku yang ketiga. Dia tetap diam. Tak hendak menjawab. Dia tampak begitu bingung dengan pernyataanku. Mungkin dia berpikir benarkah seperti itu?

Aku hanya berpikir bahwa dia lelaki baik. Itu saja. Aku tak begitu menghiraukannya, tapi lama2 hati ini menjadi aneh ketika namanya disebut, bibir ini seolah2 slalu ingin tersenyum kala mengingatnya. Tetapi hanya itu yang mampu menggetarkan rasaku, bukan cintaku. Kemudian dalam berbagai kesempatan, tiba-tiba aku dihujani kiriman pesan. Aku mulai ingin tahu lebih banyak tentangnya.


Dia lelaki hebat yang diduakan wanitanya tapi masih saja mampu memaafkan, Dia lelaki kuat yang masih saja tersenyum kala disakiti wanitanya, Dia lelaki tulus yang masih saja mengharapkan wanitanya. Entah wanita yang seperti apa yang mampu membuatnya seperti itu, aku tak mengerti... Wanitanya akan segera menikah tapi bukan dengan dia, hanya itu yang aku tahu.


Semakin sering dia menyapaku di pagi hari, bertemu sekedar buat makan dan bercerita. Ahh aku tak mungkin mampu menggantikan wanitanya, pikirku. Aku hanya sosok alibi sementara dia dengan segala kebaikannya. Aku hanya takut tersakiti (lagi).



Namun jika kemudian dia memilih aku sebagai teman membina keluarga, mudah-mudahan aku bisa menerima dia apa adanya. Seperti dia akan menerimaku apa adanya. Apalagi, kabarnya, ia pun tengah dalam pencarian yang sama sebagai akhir dari kekecewaan-kekecewaannya. Dan di malam itu dengan suasana yang mendukung dia mengucap kata cinta. Dan aku menjadi sangat tersanjung karena dia menatap tajam mataku, aku menunduk dan menjawabnya dengan terbata. Lalu dia mengecup keningku.


Percaya atau tidak, sekian bulan berlalu tetapi tak pernah sekalipun dimarah padaku, hanya terkadang sedikit cemas kala aku tak memberinya kabar. Bahkan aku dengan sifat alibiku yang sering menguji kesabarannya tapi dia selalu memahamiku.


Maka, pernyataannya itu begitu tiba-tiba baginya. Dia merasa tak pernah mengecewakanku. Tapi tiba-tiba dia aku tuduh tak sungguh-sungguh mencintaiku dan sekedar kasihan padaku!


Kami melepaskan ikatan pada akhirnya ketika aku bersikukuh dengan pernyataanku tanpa memberi penjelasan mengapa aku berpendapat demikian. Dia pun tak menuntut karena dia takut tak bisa membela diri. Mungkin dia pun mulai ragu benarkah cintaku kubangun dari perasaan kasihan. 


Beberapa waktu berlalu, sampai akhirnya dia tau kenapa aku menuduhnya seperti itu, "iya" karna waktu itu sempatku baca bbmnya dengan wanitanya yang dulu didalam ya tertulis "bisa ketemu?" dan dia menjawab iya. Aku memang tak pernah memintanya untuk mencintaiku dengan melupakan masalalunya, tapi setidaknya dia harus mengerti betapa sakitnya wanitanya ini saat kamu masih saja peduli dengan wanitanya yang dulu...


Berulang kali dia meminta maaf, tapi aku masih enggan untuk memaafkan. Sekian waktu berlalu, Aku pikir banyak laki-laki baik diluar sana, tapi apa aku bisa dapatkan yang lebih baik dari dia? Banyak wanita baik diluar sana yang lebih baik dariku tapi dia memilihku, lalu kenapa aku harus meragu? Aku mencintainya. 


Sekarang justru dia yang bertanya, siapa yang sesungguhnya harus dikasihani dan mengasihani. Dia yang tercabik oleh penampikanku yang sama sekali tak  dia duga dan tak bisa dia terima atau dia yang entah mengapa berpikir demikian?


Aku hampir melupakannya hingga beberapa jam lalu ketika tiba-tiba kami kembali bersatu. Ia tersenyum. Manis sekali. 

"Aku mencintaimu," ucapku.
Jari telunjuknya ditempelkan di bibirku. Dan tak kusiakan.
"Aku tahu kamu tak sungguh-sungguh mencintaiku. Kmuu hanya kasihan padaku."
"Lagi-lagi kalimat itu!" jawabnya.
"Aku tak memahami diriku. Tanya lagi ke hatiku, pasti itu jawabanku!"
"Aku mencintamu!" seruku.
"Aku bahkan belum menanyakannya!" Aku bangkit dengan kesal hati. Tapi tangan lembut menggayut pundakku.
"Begitu kasihannya kamu padaku sampai-sampai kamu tak akan sanggup berkata. Kamu selalu takut akan menyakitiku. Benar bukan? Aku pun tak mau ini terjadi padamu. Kamu terlalu indah bagiku. Aku tak sanggup melihat kamu… . . . . ."

Aku memejamkan mata. "Ternyata bukan dia yang membangun rasa kasihan. Tapi aku. Aku kasihan padamu yang dulu selalu tak mampu . . . . . . . . ."

"Aku tak mengerti bahwa yang terjadi padaku pun terjadi padamu. Dan ternyata kita bisa lebih menikmati ketimbang jika kita bertemu sebagai kamu dan aku yang hendak berlabuh bersama."
Aku tak menjawab. Karena pemikirannya begitu rumit untuk kumengerti. 


(bersambung)

*tunggu lanjutan ceritanya ya :)*

Tidak ada komentar:

Posting Komentar